Sabtu, Mei 10, 2014

Hai Lawu

ini kali kedua aku ke muncak, enggak muncak ding tapi piknik ke gunung. Entah kenapa aku suka gunung, selain pantai. Intinya aku suka alam. hahhaha Alam memberikan pelajaran dan keindahan tak terkira. 
Pendakianku dimulai pukul 11.20 siang ini kali pertama aku mendaki siang hari yang kemarin malam hari. Sebenernya kalau dibandingin enakan siang atau malam aku lebih suka malam. Malam itu gelap, bikin gak kerasa jalannya, kalau siang kamu bisa liat medan nya dan biasanya malah bikin ogah ogahan. Tips : kalau ndaki emang mending liat ke bawah jangan liat atas. Artinya liat jalannya aja. Liat ke atas mental ku kalah

aku lupa jam berapa sampai pos dua tapi disitu pertama kali mentalku kalah sama indomie kuah. Oh Tuhan maafkan aku cuman tiga suap kok, gak papa kan ya :))
Mulai dari situlah rombongan pisah , aku tentu sama mas pacar. Kalau gak ada dia, apa jadinya aku? aku mau naik gunung juga kalau ditemenin dia, kalau gak ditemenin sama dia mending aku gak naik gunung deh. Dari 7 orang kepecah jadi dua rombongan 2 orang dan 5 orang lagi temennya mas pacar. Aku tahu dari sinilah aku mulai banyak ngerepotin. Tanjakan paling berat antara pos 3 dan pos 4 dan ini udah mulai gelap.  tapi aku menenukan samudra yang indah banget diatas awan. 
nah kalau disuguhi pemandangan begitu indah saat perjalanan siapa coba yang bisa nolak ? Indah kan ? banget. 

sebenernya jalan ke gunung pas magrib itu nyeremin, tau sendiri Lawu kan gunung tertua konon katanya banyak makhluk makhluk gitu disana. Saat itu cuman berrdua, gak ada pendaki lewat. Siapa yang gak takut?
Aku gak takut sama hewan buas lebih takut kalau seumpama ketemu makhluk yang aku gak kuat liatnya.

Seteleh melalui berbagai riintangan akhirnya kita smapai di pos 4, jam 10.00 malam kalau gak salah. Langsung diriin tenda, sebenrnya laper tapi kompor sama panci dibawa rombongan sebelah dan bekal kita cuman seadanya., Ya kita makan kue abis diriin tenda. 

Jam 8 pagi akhirnya bangun dan packing, semangatnya kita khususnya aku karena makanan. Aku pengen makan soto ayam + tempe panas, aku pengen makan pentol, aku pengen makan kebab. Karena teppat di samping pos ppemberangkatan ada warung soto, entah berapa jam kita turun tapi sekitar pukul 12.00 siang udah sampai pos pemberangkatan dan langsung makan soto ayam bersama teh anget :))

Entah cuman perasaanku aja atau gimana.Kali kedua muncak begitu lelah mungkin masih kebawa sama capeknya acara dijogja, dan fisikku juga payah mungkin karena aku jarang olah raga. Aku gak mau lagi lagi naik gunung tanpa olah raga. Besok besok harus pemanasan. 

tapi aku gak kapok main ke alam bebas, alam begitu baik kita juga barus baik dengan enggak corat coret dan enggak buang sambah sembarangan bahkan metik tanaman tanaman di hutan. Next ranukumbolo.

Makasi banyak mas reza, udah nemenin perjalanan kali ini. Semoga gak kapok aku repotin terus terusan. Maaf in aku ya , besok besok aku mau ajak kamu piknik di pantai. Kita harus coba nginep di pantai pake tenda. deal? ( yes) Horeee !!!




Memulai dan Menyelesaikan

Hari  itu,  penonton  lomba  lari  marathon  sudah  banyak  yang meninggalkan stadion. Kilatan kamera wartawan juga sudah tidak ada lagi. Suasana sudah menjadi cukup sepi. Lombanya  sudah  berakhir?  Belum.  Tiba-tiba,  beberapa  orang  yang masih  di  sekitar  lapangan  stadion  dikejutkan  oleh  bunyi  sirene  yang terdengar  kencang  sekali.  Itu  adalah  sirene  dari  mobil  polisi  yang memasuki  stadion.  Di  belakangnya,  seorang  pelari  setengah  pincang berlari dengan susah payah memasuki stadium Olympic Mexico City yang sudah berangsur gelap. Ya, Anda tidak salah membaca. Memang pelarinya setengah pincang.
Pelari tersebut terlibat insiden kecelakaan fatal dengan pelari lainnya pada  awal  perlombaan  lari  marathon.  Ia  diminta  berhenti  berlari karena  darahnya  berceceran.  Anda  tahu,  ia  menolaknya.  Ia  tetap berusaha berlari menuju garis akhir walau sudah lebih dari satu jam, pemenangnya  bahkan  sudah  ditentukan.  Dan  tentu  saja,  dengan setengah terpincang. Namanya  John  Stephen  Akhwari  dari  Tanzania.  Dia  adalah  pelari terakhir  yang  memasuki  garis  finis  dalam  kondisi  stadion  sudah  sepi dan berangsur gelap.

 Anda tahu apa yang dikatakannya ketika seseorang bertanya ‘kenapa dia tidak berhenti saja’? Ini jawabnya.“Negara  saya  tidak  mengirim  saya  ribuan  mil  hanya  untuk memulai  pertandingan,  mereka  mengirim  saya  ribuan  mil  untuk menyelesaikannya.”
(Disadur dari kisah nyata John Stephen Akhwari)
-----------------------
Di luar sana, selain kita ada banyak sekali yang memulai sesuatu, sama seperti  kita.  Yang  berbeda,  hanya  apa  yang  dilakukan.  Dan,  mereka ingin menyelesaikannya juga, sama seperti kita.Jadi,  kita  tidak  sendirian  dalam  berjuang.  Tidak  pernah  sendirian. Maka,  kapan  pun  kita  ingin  menyerah,  berhenti,  atau  melupakan semua, ingat lagi tujuan kita kenapa kita memulainya. Juga, ingat lagi bahwa  kita  tidak  sendirian.  Kita  berjuang  bersama  di  seluruh  dunia untuk  menyelesaikan  apa  yang  masing-masing  kita  mulai.  Kalaupun kita jatuh, banyak juga yang mengalaminya. Tetapi, banyak juga yang bangun lagi, dan berusaha lagi untuk menyelesaikannya.
Lagi pula, Tuhan tidak mengirimkan sesuatu agar kita hanya memulainya. Tentu  saja  Tuhan  mengirimkan  itu  untuk  kita  selesaikan.  

Bukankah begitu? Sejak semula, ketika pertama kali kita memulai sesuatu, juga karena ingin menyelesaikannya, bukan?
Kalau  begitu,  ayo  kita  selesaikan  apa  pun  yang  sudah  kita  kerjakan. Jangan  menunda  berlama-lama.  Mimpi  dan  masa  depan  kita, ditentukan oleh apa pun yang kita lakukan setiap hari, setiap menit, dan detiknya.
Kita tidak pernah sendirian dalam menyelesaikan apa yang sudah kita miliki. Sebagian besar orang di seluruh dunia, juga sdang melakukannya dalam waktu yang sama meski bentuk perjuangannya berbeda-beda.

*Tulisan ini disadur dari 'Gadis kopi campur garam' karya Erick Namara