Selasa, Januari 07, 2014

Penanaman Modal Asing pada masa Orde Baru beserta dampaknya bagi kehidupan Bangsa Indonesia



Proses transisi kekuasaan dari Demokrasi Terpimpin ke Orde Baru memberi pengaruh yang signifikan terhadap orientasi pembangunan ekonomi Indonesia. Krisis ekonomi yang salah satunya diindikasikan dengan timbulnya hiperinflasi hingga 635% mendorong pemerintah baru untuk segera menciptakan stabilisasi ekonomi. Salah satu kebijakan yang mencolok adalah masuknya bantuan atau hutang yang berasal dari negara-negara kapitalis. Ironisnya, kekuasaan Orde Baru juga diakhiri dengan krisis ekonomi sehingga terpaksa tunduk pada IMF demi kelangsungan masuknya modal asing. Pemerintah Orde Baru yang mengimplementasikan pembangunan kapitalistik dengan mengacu pada teori modernisasi terbukti mengalami kegagalan.
Kekuatan IMF sebenarnya bukan hanya terletak pada aspek financial, melainkan lebih pada kepercayaan terhadap negara-negara kreditur. Sebelum pihak IMF memberikan persetujuan, Negara yang membutuhkan harus menandatangani Letter of Intent, yaitu suatu program kebijakan yang harus diambil umtuk menstabilkan ekonomi. Dalam konteks inilah IMF biasanya berhasil memaksakan kepentingannya pada Negara kreditur, yang umumnya meliputi liberalisasi perdagangan, devaluasi nilai tukar, pengendalian kredit bank, pengurangan/penghapusan subsidi, serta kebijakan yang lebih menguntungkan investasi asing. Khusus terkait dengan kebijakan ekonomi di Indonesia kebijakan yang berhasil dipaksakan oleh IMF adalah pembaruan fiscal untuk menciptakan APBN yang seimbang, liberalisasi perdagangan luar negeri, serta pengurangn peran Negara dalam kegiatan-kegiatan ekonomi. (Hariyono, 2006)
Dengan dicapainya kesepakatan antara pihak Negara kreditur yang difasilitasi IMF dengan pemerintah Indonesia di awal Orde Baru, Indonesia terbuka bagi investasi asing. Kuatnya pengaruh modal asing semakin mempersulit pengusaha pribumi yang tergolong menengah ke bawah. Walaupun sudah diterbitkan UU tentang Penanaman Modal Dalam Negeri tahun 1967, peraturannya cukup ketat dalam penyertaan modal sehingga banyak pengusaha pribumi yang tersisih.
Hingga kini, masuknya perusahaan asing dalam kegiatan investasi di Indonesia dimaksudkan sebagai pelengkap untuk mengisi sektor-sektor usaha dan industri yang belum dapat dilaksanakan sepenuhnya oleh pihak swasta nasional, baik karena alasan teknologi, manajemen, maupun alasan permodalan. Modal asing diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai upaya  menembus jaringan  pemasaran internasional melalui jaringan yang  mereka miliki. Selanjutnya masuknya modal asing diharapkan secara langsung maupun tidak langsung dapat mempercepat proses pembangunan ekonomi Indonesia. Keuntungan Indonesia dengan adanya kegiatan  investasi adalah negara tidak melakukan sendiri eksplotasi  sumber  daya   alam  yang berguna  untuk  konsumsi rakyatnya. Hal ini jelas mengurangi biaya pemerintah apabila pemerintah melakukan sendiri hal tersebut, bahkan dapat mengatasi masalah pengangguran dengan dibukanya lapangan kerja baru sehingga pendapatan di dalam negeri meningkat maka terciptalah pertumbuhan ekonomi.
Namun, pertumbuhan ekonomi yang seharusnya tidak boleh hanya mementingkan pertambahan angka yang tinggi saja. Kepada siapa pertumbuhan itu dapat dinikmati secara adil, itulah yang menjadi tujuan terpenting dari pembangunan ekonomi. Maraknya investasi asing justru mendominasi perekonomian Indonesia terutama dalam bidang energi dan sumber daya mineral. Para investor dalam negeri seakan semakin kalah bersaing dengan para investor asing karena tidak memiliki kakuatan yang besar di sektor finansial. Begitu juga dalam hal pengelolaan dan teknologi, dengan jelas investor dalam negeri belum mempunyai kemampuan yang menjanjikan dibanding investor asing yang kuat. Meredupnya kegiatan para investor dalam negeri semakin diperparah dengan tidak kuatnya proteksi dari pemerintah terhadap dominasi investasi asing. Dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, pemerintah cenderung mengedepankan persaingan secara bebas antara investor dalam negeri dan investor asing karena dalam undang-undang ini tidak ada pemisahan secara eksplisit antara investor dalam negeri dan investor asing.
Kemudahan yang diterima para investor asing semakin bertambah ketika pemerintah menawarkan kesepakatan yang sangat menguntungkan mereka. Salah satu contoh kesepakatan tersebut adalah penjualan kepemilikan Pertamina di Blok Cepu seharga USD 400 juta kepada PT. ExxonMobil. Sebuah nilai yang sangat kecil menurut pengamat perminyakan karena potensi migas di Blok Cepu sangat besar, bahkan yang terbesar di Indonesia. Pemerintah juga melakukan rekayasa hukum dengan menerbitkan peraturan-peraturan yang memberi kemudahan fasilitas bagi ExxonMobil untuk menguasai Blok Cepu. Contohnya adalah penerbitan PP No.34/2005 yang mana PP ini memberi pengecualian terhadap beberapa ketentuan pokok Kontrak Kerjasama yang terdapat dalam PP No.35/2004. Tujuannya, untuk memberi landasan hukum bagi ExxonMobil dalam memperoleh kontrak selama 30 tahun. Ternyata, dominasi asing dalam usahanya mengeruk dan menguras habis sumber daya alam kita bukan disebabkan kinerja mereka sendiri, tetapi karena kekuasaan dan kewenangan besar yang dihambakan oleh pemerintah kepada mereka (Sumber: www.igj.or.id).
Di sisi lain masuknya arus modal asing tersebut merupakan sinyal meningkatnya hot money (uang jangka pendek) yang jumlahnya sangat besar namun bersifat sementara. Padahal yang dibutuhkan oleh Indonesia adalah aliran modal yang menetap dan bersifat padat karya, misalnya modal untuk mendirikan sebuah pabrik tekstil yang akhirnya menyerap tenaga kerja. Hal ini dilakukan untuk menghindari pertumbuhan ekonomi yang berputar di lingkaran bursa saham maupun sektor finansial lainnya. Pertumbuhan ekonomi yang tidak melibatkan industri padat karya, seperti UMKM bukanlah pertumbuhan ekonomi yang patut dibanggakan.
Penanaman modal asing di Indonesia tidak serta merta membawa Indonesia pada sebuah kemajuan ekonomi. Pemerintah harus mengkaji kembali bagaimana penarikan modal asing yang mengarah pada kapitalisme dapat diterapkan di Negara kita yang berlandaskan Pancasila. Di sinilah peran sila-sila Pancasila dibutuhkan untuk memberantas kolonialisme kapitalis dalam kehidupan bangsa Indonesia, termasuk bidang perekonomian. Penilaian terhadap hak-hak asasi masyarakat Indonesia menjadi koreksi utama bagi sila-sila Pancasila terhadap penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam perekonomian Indonesia saat ini.*

* Daftar pustaka :

Hariyono. 2006. Makalah “Kebijakan Ekonomi di Awal Orde Baru Membuka Pintu Lebar-lebar Bagi Modal Asing”
PUSTEP UGM. 2004. Artikel “Ekonomi Pancasila vs Ekonomi Kapitalis” 
Aldiano, Arjuna Putra. 2012. Artikel “Dominasi dan Cengkeraman Modal Asing Sebagai Kolonialisme Baru di Indonesia”


Tidak ada komentar: